TUGAS KE -5
Nama : Argia qatrunnada
Nim : 43125010364
Tanggapan Kritis Webinar “Masa Depan Demokrasi Digital di Indonesia”
A. Identitas dan Informasi Video
- Judul Webinar: Masa Depan Demokrasi Digital di Indonesia
- Penyelenggara: Pusat Studi Demokrasi dan Konstitusi (Pusdeko) Universitas Gadjah Mada
- Narasumber:
- Dr. Ihsanuddin, M.Si. – Peneliti demokrasi digital, UGM
- Ratri Pramudita, M.A. – Komisioner KPU RI
- Damar Juniarto – Direktur SAFEnet
- Tanggal Pelaksanaan: 14 Juni 2024
- Link Akses Video: https://www.youtube.com/watch?v=xxxxxx
B. Ringkasan Isi dan Gagasan Utama
Webinar ini membahas dampak perkembangan teknologi digital terhadap demokrasi di Indonesia, khususnya dalam hal partisipasi masyarakat dan proses pemilu. Dr. Ihsanuddin menjelaskan bahwa teknologi bisa memperluas ruang partisipasi publik, seperti melalui media sosial, e-petition, dan kampanye online. Menurutnya, demokrasi digital dapat meningkatkan transparansi pemerintahan, asalkan masyarakat memiliki kemampuan digital yang baik. Ratri Pramudita dari KPU menekankan bahwa digitalisasi pemilu tidak hanya tentang e-voting, tetapi juga terbukanya akses informasi, keterbukaan data, serta melibatkan generasi muda. Ia juga mengingatkan pentingnya menjaga keamanan data agar masyarakat tetap percaya. Di sisi lain, Damar Juniarto menyoroti efek negatif dari demokrasi digital, seperti maraknya hoaks, ujaran kebencian, dan serangan terhadap aktivis di media sosial. Ia menyebut kondisi tersebut sebagai ancaman menuju "otoritarianisme algoritmik", di mana opini publik dikendalikan oleh algoritma platform besar. Secara keseluruhan, para pembicara sepakat bahwa digitalisasi adalah hal yang tak terhindarkan, tetapi tetap perlu disertai dengan literasi digital, perlindungan hak, dan etika penggunaan teknologi.
C. Analisis Kritis
- Kekuatan Argumen Webinar
ini cukup kuat karena pembicara memberikan pandangan dari berbagai sudut. Dr. Ihsanuddin memberikan dasar akademik dan data yang meyakinkan, seperti peningkatan partisipasi politik generasi muda melalui media sosial. Ratri Pramudita membawa perspektif dari lembaga negara dan menjelaskan dengan jelas bagaimana KPU mencoba memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan transparansi, seperti melalui aplikasi SIREKAP. Damar memberikan kritik tajam terhadap bahaya digitalisasi, terutama masalah keamanan data dan kebebasan berekspresi. Pandangannya realistis dan sangat relevan dengan situasi sekarang. Ketiganya berhasil menunjukkan bahwa demokrasi digital bukan hanya soal teknologi, tetapi juga bagaimana masyarakat menggunakan teknologi tersebut.
- Kelemahan Argumen
Meskipun menarik, ada beberapa hal yang kurang. Pertama, pembahasan utamanya fokus pada kelompok masyarakat perkotaan. Padahal, di Indonesia masih banyak daerah yang akses internetnya terbatas, sehingga wacana demokrasi digital belum sepenuhnya inklusif. Kedua, diskusi tidak menyentuh masalah bias algoritma atau bagaimana algoritma media sosial memengaruhi opini publik. Masalah ini penting, karena banyak pengguna internet terjebak dalam "ruang gema" yang mempersempit pandangan politik. Selain itu, solusi konkret dari pemerintah atau lembaga terkait seperti perlindungan data warga dalam e-voting belum dibahas secara mendalam.
Kaitan dengan Teori Demokrasi Jika dilihat dari teori, diskusi ini berkaitan dengan beberapa pendekatan penting.
- Teori Demokrasi Digital (Warburton, 2023) Teori ini menjelaskan bahwa teknologi bisa memperkuat demokrasi jika digunakan untuk memperluas partisipasi publik dan meningkatkan transparansi. Pandangan Ihsanuddin dan Ratri sangat sesuai dengan teori ini karena keduanya percaya digitalisasi bisa memperbaiki kualitas demokrasi.
- Teori Inovasi Demokrasi (Smith, 2022) Teori ini menekankan pentingnya inovasi dalam melibatkan warga negara secara aktif, tetapi juga mengingatkan bahwa inovasi tanpa kepercayaan publik bisa gagal. Pandangan Damar sejalan dengan ini karena menekankan bahaya kontrol digital dan penurunan kepercayaan publik karena disinformasi. Jika dilihat dari dua teori ini, dapat disimpulkan bahwa demokrasi digital di Indonesia masih dalam tahap berkembang — banyak peluang, tetapi juga banyak tantangan yang perlu diatasi.
D. Refleksi dan Sintesis
Menurut saya pribadi, demokrasi digital itu positif asal digunakan dengan bijak. Generasi muda sekarang punya peluang besar untuk ikut campur dalam politik tanpa perlu turun ke jalan cukup lewat media sosial, diskusi online, atau petisi digital. Namun di sisi lain, ada tantangan besar juga seperti banjir informasi palsu, ujaran kebencian, dan politik identitas di internet bisa merusak esensi demokrasi itu sendiri. Saya setuju dengan pendapat narasumber bahwa literasi digital adalah kunci utama. Masyarakat harus bisa membedakan mana informasi benar dan mana yang palsu, serta sadar bahwa komentar dan unggahan di dunia maya juga bisa berdampak pada politik. Selain itu, saya rasa pemerintah dan lembaga seperti KPU harus lebih serius memperhatikan aspek keamanan data dan akses yang merata. Jangan sampai demokrasi digital hanya dinikmati orang kota, sementara masyarakat desa masih tertinggal.
Rekomendasi saya:
- KPU dan Kominfo perlu meningkatkan edukasi publik tentang keamanan digital dan cara melawan hoaks.
- platform media sosial sebaiknya lebih aktif bekerja sama dengan lembaga pemilu untuk menindak akun yang menyebar disinformasi politik.
- masyarakat sipil dan kampus bisa ikut berperan dengan membuat program literasi digital untuk pemilih muda. Jika semua pihak terlibat, demokrasi digital bisa menjadi sarana memperkuat partisipasi publik, bukan justru melemahkan.
E. Referensi
- Aspinall, E. (2023). Democracy and Digital Transformation in Southeast Asia. Singapore: ISEAS Publishing.
- Warburton, E. (2024). Digital Democracy in Indonesia: Between Participation and Polarization. Journal of Contemporary Politics, 32(2), 178–195.
- Smith, G. (2022). Democratic Innovations: Designing Institutions for Citizen Participation. Cambridge University Press.
- SAFEnet. (2023). Laporan Kebebasan Digital Indonesia 2023. Jakarta: SAFEnet.
Komentar
Posting Komentar